BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar
Belakang
Bagi orang
yang tinggal di daerah pantai, gejala alam berupa naik turunnya air laut tentu
sudah tidak asing lagi. Peristiwa naiknya permukaan air laut disebut dengan
pasang, sedangkan peristiwa turunnya air laut disebut dengan surut. Dalam
sehari, rata-rata akan terjadi dua kali pasang dan dua kali surut. Pasang dan
surut air taut dipengaruhi oleh gaya gravitasi bulan dan matahari. Bulan yang
lebih dekat dengan bumi mempunyai pengaruh yang lebih besar pada pasang dan
surutnya air laut dibandingkan dengan pengaruh gravitasi matahari.
Pasang dan
surut terbesar terjadi pada saat bulan baru dan bulan pumama karena pada saat
itu, matahari, bulan, dan bumi berada dalam bidang segaris. Pasang terendah
terjadi pada saat bulan perbani. Oleh karena itu, pasang terendah disebut juga
pasang perbani. Ketika pasang perbani, pasang terjadi serendah-rendahnya karena
kedudukan matahari dan bulan terhadap bumi membentuk sudut 90 derajat. Oleh
karena itu, gravitasi bulan dan matahari akan saling memperlemah.
Perbedaan
tinggi air pada saat pasang dan surut di laut terbuka mencapai 3 m. Tetapi, di
tempat-tempat sempit seperti di selat atau di muara sungai, perbedaan tinggi
air ini dapat mencapai 16 m.
Bumi yang
diselubungi air laut akan sangat dipengaruhi oleh gaya gravitasi bulan.
Akibatnya, daerah yang berhadapan dengan bulan akan mengalami pasang, sedangkan
daerah yang tegak lurus terhadap kedudukan bulan akan mengalami surut.
Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya pasang surut dan faktor yang
menyebabkan terjadinya pasang
surut maka disusunlah makalah ini.
I.2 Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
1. Apa devenisi dari pasang surut ?
2. Apa teori yang membahas pasang
surut ?
3. Apa faktor yang menyebabkan
terjadinya pasang surut ?
4. Apa saja tipe-tipe pasang surut?
5. Bagaiman arus pasang surut ?
6. Apa alat yang bisa digunakan untuk
mengukur pasang surut?
7. Bagaimana pasang surut di Indonesia
?
C. Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui devenisi dari
pasang surut
2. Untuk mengetahui teori yang
membahas pasang surut
3. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan
terjadinya pasang surut
4. Untuk mengetahui tipe-tipe pasang
surut
5. Untuk mengetahui arus pasang surut
6. Untuk mengetahui alat yang bisa
digunakan untuk mengukur pasang surut
7. Untuk mengetahui pasang surut di
Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Definisi Pasang Surut
Menurut Pariwono (1989), fenomena
pasang surut diartikan sebagai naik turunnya muka laut secara
berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan
bulan terhadap massa air di bumi. Sedangkan menurut Dronkers (1964) pasang
surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya
permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya
gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh
matahari, bumi dan bulan. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena
jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil. Pasang surut yang terjadi di bumi ada tiga jenis
yaitu: pasang surut atmosfer (atmospheric tide), pasang surut laut (oceanic
tide) dan pasang surut bumi padat (tide of the solid earth).
Pasang surut laut merupakan
hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal
adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi
bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap
jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik
gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam
membangkitkan pasang surut laut karena
jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik
gravitasi menarik air laut ke arah
bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut
gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan
oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan
matahari.
II.2 Teori Pasang Surut
II.2.1 Teori Kesetimbangan (Equilibrium Theory)
Teori kesetimbangan pertama kali diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton (1642-1727). Teori ini menerangkan sifat-sifat pasut secara kualitatif. Teori terjadi pada bumi ideal yang seluruh permukaannya ditutupi oleh air dan pengaruh kelembaman (Inertia) diabaikan. Teori ini menyatakan bahwa naik-turunnya permukaan laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut (King, 1966). Untuk memahami gaya pembangkit passng surut dilakukan dengan memisahkan pergerakan sistem bumi-bulan-matahari menjadi 2 yaitu, sistem bumi-bulan dan sistem bumi matahari.
Pada teori kesetimbangan bumi diasumsikan tertutup air dengan kedalaman dan densitas yang sama dan naik turun muka laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut atau GPP (Tide Generating Force) yaitu Resultante gaya tarik bulan dan gaya sentrifugal, teori ini berkaitan dengan hubungan antara laut, massa air yang naik, bulan, dan matahari. Gaya pembangkit pasut ini akan menimbulkan air tinggi pada dua lokasi dan air rendah pada dua lokasi (Gross, 1987).
II.2.2 Teori Pasut Dinamik (Dynamical Theory)
Pond dan Pickard (1978) menyatakan bahwa dalam teori ini lautan yang homogen masih diasumsikan menutupi seluruh bumi pada kedalaman yang konstan, tetapi gaya-gaya tarik periodik dapat membangkitkan gelombang dengan periode sesuai dengan konstitue-konstituennya. Gelombang pasut yang terbentuk dipengaruhi oleh GPP, kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi, dan pengaruh gesekan dasar. Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Laplace (1796-1825). Teori ini melengkapi teori kesetimbangan sehingga sifat-sifat pasut dapat diketahui secara kuantitatif. Menurut teori dinamis, gaya pembangkit pasut menghasilkan gelombang pasut (tide wive) yang periodenya sebanding dengan gaya pembangkit pasut. Karena terbentuknya gelombang, maka terdapat faktor lain yang perlu diperhitungkan selain GPP. Menurut Defant (1958), faktor-faktor tersebut adalah :
1. Kedalaman perairan dan luas perairan
2. Pengaruh rotasi bumi (gaya Coriolis)
3. Gesekan dasar
Rotasi bumi menyebabkan semua benda yang bergerak di permukaan bumi akan berubah arah (Coriolis Effect). Di belahan bumi utara benda membelok ke kanan, sedangkan di belahan bumi selatan benda membelok ke kiri. Pengaruh ini tidak terjadi di equator, tetapi semakin meningkat sejalan dengan garis lintang dan mencapai maksimum pada kedua kutub. Besarnya juga bervariasi tergantung pada kecepatan pergerakan benda tersebut.
Menurut Mac Millan (1966) berkaitan dengan dengan fenomeana pasut, gaya Coriolis mempengaruhi arus pasut. Faktor gesekan dasar dapat mengurangi tunggang pasut dan menyebabkan keterlambatan fase (Phase lag) serta mengakibatkan persamaan gelombang pasut menjadi non linier semakin dangkal perairan maka semaikin besar pengaruh gesekannya.
II.3 Faktor Penyebab Terjadinya Pasang Surut
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut berdasarkan teori kesetimbangan adalah rotasi bumi pada sumbunya, revolusi bulan terhadap matahari, revolusi bumi terhadap matahari. Sedangkan berdasarkan teori dinamis adalah kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis), dan gesekan dasar. Selain itu juga terdapat beberapa faktor lokal yang dapat mempengaruhi pasut disuatu perairan seperti, topogafi dasar laut, lebar selat, bentuk teluk, dan sebagainya, sehingga berbagai lokasi memiliki ciri pasang surut yang berlainan (Wyrtki, 1961).
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari (Priyana,1994)
Bulan dan matahari keduanya memberikan gaya gravitasi tarikan terhadap bumi yang besarnya tergantung kepada besarnya masa benda yang saling tarik menarik tersebut. Bulan memberikan gaya tarik (gravitasi) yang lebih besar dibanding matahari. Hal ini disebabkan karena walaupun masa bulan lebih kecil dari matahari, tetapi posisinya lebih dekat ke bumi. Gaya-gaya ini mengakibatkan air laut, yang menyusun 71% permukaan bumi, menggelembung pada sumbu yang menghadap ke bulan. Pasang surut terbentuk karena rotasi bumi yang berada di bawah muka air yang menggelembung ini, yang mengakibatkan kenaikan dan penurunan permukaan laut di wilayah pesisir secara periodik. Gaya tarik gravitasi matahari juga memiliki efek yang sama namun dengan derajat yang lebih kecil. Daerah-daerah pesisir mengalami dua kali pasang dan dua kali surut selama periode sedikit di atas 24 jam (Priyana,1994)
II. 4 Tipe-Tipe Pasang Surut
Perairan laut memberikan respon yang berbeda terhadap gaya pembangkit pasang surut,sehingga terjadi tipe pasut yang berlainan di sepanjang pesisir. Menurut Dronkers (1964), ada tiga tipe pasut yang dapat diketahui, yaitu :
1. Pasang surut diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi satu satu kali pasang dan satu kali surut. Biasanya terjadi di laut sekitar katulistiwa.
2. pasang surut semi diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang hampir sama tingginya.
3. pasang surut campuran. Yaitu gabungan dari tipe 1 dan tipe 2, bila bulan melintasi khatulistiwa (deklinasi kecil), pasutnya bertipe semi diurnal, dan jika deklinasi bulan mendekati maksimum, terbentuk pasut diurnal.
Menurut Wyrtki (1961), pasang surut di Indonesia dibagi menjadi 4 yaitu :
1. Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide)
Merupakan pasut yang hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari, ini terdapat di Selat Karimata
2. Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide)
Merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir sama dalam satu hari, ini terdapat di Selat Malaka hingga Laut Andaman.
3. Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide, Prevailing Diurnal)
Merupakan pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu, ini terdapat di Pantai Selatan Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.
4. Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide, Prevailing Semi Diurnal) Merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapi terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan memiliki tinggi dan waktu yang berbeda, ini terdapat di Pantai Selatan Jawa dan Indonesia Bagian Timur
II. 5 Arus Pasang Surut
Gerakan air vertikal yang berhubungan dengan naik dan turunnya pasang surut, diiringi oleh gerakan air horizontal yang disebut dengan arus pasang surut. Permukaan air laut senantiasa berubah-ubah setiap saat karena gerakan pasut, keadaan ini juga terjadi pada tempat-tempat sempit seperti teluk dan selat, sehingga menimbulkan arus pasut(Tidal current). Gerakan arus pasut dari laut lepas yang merambat ke perairan pantai akan mengalami perubahan, faktor yang mempengaruhinya antara lain adalah berkurangnya kedalaman (Mihardja et,. al 1994).
Menurut King (1962), arus yang terjadi di laut teluk dan laguna adalah akibat massa air mengalir dari permukaan yang lebih tinggi ke permukaan yang lebih rendah yang disebabkan oleh pasut. Arus pasang surut adalah arus yang cukup dominan pada perairan teluk yang memiliki karakteristik pasang (Flood) dan surut atau ebb. Pada waktu gelombang pasut merambat memasuki perairan dangkal, seperti muara sungai atau teluk, maka badan air kawasan ini akan bereaksi terhadap aksi dari perairan lepas.
Pada daerah-daerah di mana arus pasang surut cukup kuat, tarikan gesekan pada dasar laut menghasilkan potongan arus vertikal, dan resultan turbulensi menyebabkan bercampurnya lapisan air bawah secara vertikal. Pada daerah lain, di mana arus pasang surut lebih lemah, pencampuran sedikit terjadi, dengan demikian stratifikasi (lapisan-lapisan air dengan kepadatan berbeda) dapat terjadi. Perbatasan antar daerah-daerah kontras dari perairan yang bercampur dan terstratifikasi seringkali secara jelas didefinisikan, sehingga terdapat perbedaan lateral yang ditandai dalam kepadatan air pada setiap sisi batas.
II. 6 Alat-alat Pengukuran Pasang Surut
Beberapa alat prngukuran pasang surut diantaranya adalah sebagai berikut :
1.Tide Staff.
II.2 Teori Pasang Surut
II.2.1 Teori Kesetimbangan (Equilibrium Theory)
Teori kesetimbangan pertama kali diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton (1642-1727). Teori ini menerangkan sifat-sifat pasut secara kualitatif. Teori terjadi pada bumi ideal yang seluruh permukaannya ditutupi oleh air dan pengaruh kelembaman (Inertia) diabaikan. Teori ini menyatakan bahwa naik-turunnya permukaan laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut (King, 1966). Untuk memahami gaya pembangkit passng surut dilakukan dengan memisahkan pergerakan sistem bumi-bulan-matahari menjadi 2 yaitu, sistem bumi-bulan dan sistem bumi matahari.
Pada teori kesetimbangan bumi diasumsikan tertutup air dengan kedalaman dan densitas yang sama dan naik turun muka laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut atau GPP (Tide Generating Force) yaitu Resultante gaya tarik bulan dan gaya sentrifugal, teori ini berkaitan dengan hubungan antara laut, massa air yang naik, bulan, dan matahari. Gaya pembangkit pasut ini akan menimbulkan air tinggi pada dua lokasi dan air rendah pada dua lokasi (Gross, 1987).
II.2.2 Teori Pasut Dinamik (Dynamical Theory)
Pond dan Pickard (1978) menyatakan bahwa dalam teori ini lautan yang homogen masih diasumsikan menutupi seluruh bumi pada kedalaman yang konstan, tetapi gaya-gaya tarik periodik dapat membangkitkan gelombang dengan periode sesuai dengan konstitue-konstituennya. Gelombang pasut yang terbentuk dipengaruhi oleh GPP, kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi, dan pengaruh gesekan dasar. Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Laplace (1796-1825). Teori ini melengkapi teori kesetimbangan sehingga sifat-sifat pasut dapat diketahui secara kuantitatif. Menurut teori dinamis, gaya pembangkit pasut menghasilkan gelombang pasut (tide wive) yang periodenya sebanding dengan gaya pembangkit pasut. Karena terbentuknya gelombang, maka terdapat faktor lain yang perlu diperhitungkan selain GPP. Menurut Defant (1958), faktor-faktor tersebut adalah :
1. Kedalaman perairan dan luas perairan
2. Pengaruh rotasi bumi (gaya Coriolis)
3. Gesekan dasar
Rotasi bumi menyebabkan semua benda yang bergerak di permukaan bumi akan berubah arah (Coriolis Effect). Di belahan bumi utara benda membelok ke kanan, sedangkan di belahan bumi selatan benda membelok ke kiri. Pengaruh ini tidak terjadi di equator, tetapi semakin meningkat sejalan dengan garis lintang dan mencapai maksimum pada kedua kutub. Besarnya juga bervariasi tergantung pada kecepatan pergerakan benda tersebut.
Menurut Mac Millan (1966) berkaitan dengan dengan fenomeana pasut, gaya Coriolis mempengaruhi arus pasut. Faktor gesekan dasar dapat mengurangi tunggang pasut dan menyebabkan keterlambatan fase (Phase lag) serta mengakibatkan persamaan gelombang pasut menjadi non linier semakin dangkal perairan maka semaikin besar pengaruh gesekannya.
II.3 Faktor Penyebab Terjadinya Pasang Surut
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut berdasarkan teori kesetimbangan adalah rotasi bumi pada sumbunya, revolusi bulan terhadap matahari, revolusi bumi terhadap matahari. Sedangkan berdasarkan teori dinamis adalah kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis), dan gesekan dasar. Selain itu juga terdapat beberapa faktor lokal yang dapat mempengaruhi pasut disuatu perairan seperti, topogafi dasar laut, lebar selat, bentuk teluk, dan sebagainya, sehingga berbagai lokasi memiliki ciri pasang surut yang berlainan (Wyrtki, 1961).
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari (Priyana,1994)
Bulan dan matahari keduanya memberikan gaya gravitasi tarikan terhadap bumi yang besarnya tergantung kepada besarnya masa benda yang saling tarik menarik tersebut. Bulan memberikan gaya tarik (gravitasi) yang lebih besar dibanding matahari. Hal ini disebabkan karena walaupun masa bulan lebih kecil dari matahari, tetapi posisinya lebih dekat ke bumi. Gaya-gaya ini mengakibatkan air laut, yang menyusun 71% permukaan bumi, menggelembung pada sumbu yang menghadap ke bulan. Pasang surut terbentuk karena rotasi bumi yang berada di bawah muka air yang menggelembung ini, yang mengakibatkan kenaikan dan penurunan permukaan laut di wilayah pesisir secara periodik. Gaya tarik gravitasi matahari juga memiliki efek yang sama namun dengan derajat yang lebih kecil. Daerah-daerah pesisir mengalami dua kali pasang dan dua kali surut selama periode sedikit di atas 24 jam (Priyana,1994)
II. 4 Tipe-Tipe Pasang Surut
Perairan laut memberikan respon yang berbeda terhadap gaya pembangkit pasang surut,sehingga terjadi tipe pasut yang berlainan di sepanjang pesisir. Menurut Dronkers (1964), ada tiga tipe pasut yang dapat diketahui, yaitu :
1. Pasang surut diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi satu satu kali pasang dan satu kali surut. Biasanya terjadi di laut sekitar katulistiwa.
2. pasang surut semi diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang hampir sama tingginya.
3. pasang surut campuran. Yaitu gabungan dari tipe 1 dan tipe 2, bila bulan melintasi khatulistiwa (deklinasi kecil), pasutnya bertipe semi diurnal, dan jika deklinasi bulan mendekati maksimum, terbentuk pasut diurnal.
Menurut Wyrtki (1961), pasang surut di Indonesia dibagi menjadi 4 yaitu :
1. Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide)
Merupakan pasut yang hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari, ini terdapat di Selat Karimata
2. Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide)
Merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir sama dalam satu hari, ini terdapat di Selat Malaka hingga Laut Andaman.
3. Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide, Prevailing Diurnal)
Merupakan pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu, ini terdapat di Pantai Selatan Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.
4. Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide, Prevailing Semi Diurnal) Merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapi terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan memiliki tinggi dan waktu yang berbeda, ini terdapat di Pantai Selatan Jawa dan Indonesia Bagian Timur
II. 5 Arus Pasang Surut
Gerakan air vertikal yang berhubungan dengan naik dan turunnya pasang surut, diiringi oleh gerakan air horizontal yang disebut dengan arus pasang surut. Permukaan air laut senantiasa berubah-ubah setiap saat karena gerakan pasut, keadaan ini juga terjadi pada tempat-tempat sempit seperti teluk dan selat, sehingga menimbulkan arus pasut(Tidal current). Gerakan arus pasut dari laut lepas yang merambat ke perairan pantai akan mengalami perubahan, faktor yang mempengaruhinya antara lain adalah berkurangnya kedalaman (Mihardja et,. al 1994).
Menurut King (1962), arus yang terjadi di laut teluk dan laguna adalah akibat massa air mengalir dari permukaan yang lebih tinggi ke permukaan yang lebih rendah yang disebabkan oleh pasut. Arus pasang surut adalah arus yang cukup dominan pada perairan teluk yang memiliki karakteristik pasang (Flood) dan surut atau ebb. Pada waktu gelombang pasut merambat memasuki perairan dangkal, seperti muara sungai atau teluk, maka badan air kawasan ini akan bereaksi terhadap aksi dari perairan lepas.
Pada daerah-daerah di mana arus pasang surut cukup kuat, tarikan gesekan pada dasar laut menghasilkan potongan arus vertikal, dan resultan turbulensi menyebabkan bercampurnya lapisan air bawah secara vertikal. Pada daerah lain, di mana arus pasang surut lebih lemah, pencampuran sedikit terjadi, dengan demikian stratifikasi (lapisan-lapisan air dengan kepadatan berbeda) dapat terjadi. Perbatasan antar daerah-daerah kontras dari perairan yang bercampur dan terstratifikasi seringkali secara jelas didefinisikan, sehingga terdapat perbedaan lateral yang ditandai dalam kepadatan air pada setiap sisi batas.
II. 6 Alat-alat Pengukuran Pasang Surut
Beberapa alat prngukuran pasang surut diantaranya adalah sebagai berikut :
1.Tide Staff.
Alat ini berupa papan yang telah diberi skala dalam
meter atau centi meter. Biasanya digunakan pada pengukuran pasang surut
di lapangan.Tide Staff (papan Pasut) merupakan alat pengukur pasut paling
sederhana yang umumnya digunakan untuk mengamati ketinggian muka laut atau tinggi
gelombang air laut. Bahan yang digunakan biasanya terbuat dari
kayu, alumunium atau bahan lain yang di cat anti karat.
Syarat pemasangan papan pasut adalah :
1. Saat pasang tertinggi tidak terendam air dan pada surut terendah masih tergenang oleh air.
2. Jangan dipasang pada gelombang pecah karena akan bias atau pada daerah aliran sungai (aliran debit air).
3. Jangan dipasang didaerah dekat kapal bersandar atau aktivitas yang menyebabkan air bergerak secara tidak teratur.
4. Dipasang pada daerah yang terlindung dan pada tempat yang mudah untuk diamati dan dipasang tegak lurus.
5. Cari tempat yang mudah untuk pemasangan misalnya dermaga sehingga papan mudah dikaitkan.
6. Dekat dengan bench mark atau titik referensi lain yang ada sehingga data pasang surut mudah untuk diikatkan terhadap titik referensi.
7.Tanah dan dasar laut atau sungai tempat didirikannya papan harus stabil
8.Tempat didirikannya papan harus dibuat pengaman dari arus dan sampah
2.Tide gauge.
Merupakan perangkat untuk mengukur perubahan muka laut secara mekanik dan otomatis. Alat ini memiliki sensor yang dapat mengukur ketinggian permukaan air laut yang kemudian direkam ke dalam komputer. Tide gauge terdiri dari dua jenis yaitu :
•Floating tide gauge (self registering)
Prinsip kerja alat ini berdasarkan naik turunnya permukaan air laut yang dapat diketahui melalui pelampung yang dihubungkan dengan alat pencatat (recording unit). Pengamatan pasut dengan alat ini banyak dilakukan, namun yang lebih banyak dipakai adalah dengan cara rambu pasut.
•Pressure tide gauge (self registering)
Prinsip kerja pressure tide gauge hampir sama dengan floating tide gauge, namun perubahan naik-turunnya air laut direkam melalui perubahan tekanan pada dasar laut yang dihubungkan dengan alat pencatat (recording unit). Alat ini dipasang sedemikian rupa sehingga selalu berada di bawah permukaan air laut tersurut, namun alat ini jarang sekali dipakai untuk pengamatan pasang surut.
3.Satelit.
Sistem satelit altimetri berkembang sejak tahun 1975 saat diluncurkannya sistem satelit Geos-3. Pada saat ini secara umum sistem satelit altimetri mempunyai tiga objektif ilmiah jangka panjang yaitu mengamati sirkulasi lautan global, memantau volume dari lempengan es kutub, dan mengamati perubahan muka laut rata-rata (MSL) global. Prinsip Dasar Satelit Altimetri adalah satelit altimetri dilengkapi dengan pemancar pulsa radar (transmiter), penerima pulsa radar yang sensitif (receiver), serta jam berakurasi tinggi. Pada sistem ini, altimeter radar yang dibawa oleh satelit memancarkan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik (radar) kepermukaan laut. Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan balik oleh permukaan laut dan diterima kembali oleh satelit.
Prinsip penentuan perubahan kedudukan muka laut dengan teknik altimetri yaitu pada dasarnya satelit altimetri bertugas mengukur jarak vertikal dari satelit ke permukaan laut. Karena tinggi satelit di atas permukaan ellipsoid referensi diketahui maka tinggi muka laut (Sea Surface Height atau SSH) saat pengukuran dapat ditentukan sebagai selisih antara tinggi satelit dengan jarak vertikal. Variasi muka laut periode pendek harus dihilangkan sehingga fenomena kenaikan muka laut dapat terlihat melalui analisis deret waktu (time series analysis). Analisis deret waktu dilakukan karena kita akan melihat variasi temporal periode panjang dan fenomena sekularnya (http://gdl.geoph.itb.ac.id)
II. 7 Pasang Surut di Perairan Indonesia
Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh dua lautan yaitu Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik serta posisinya yang berada di garis katulistiwa sehingga kondisi pasang surut, angin, gelombang, dan arus laut cukup besar. Hasil pengukuran tinggi pasang surut di wilayah laut Indonesia menunjukkan beberapa wilayah lepas laut pesisir daerah Indonesia memiliki pasang surut cukup tinggi. Peta pasang surut wilayah lautan Indonesia memperlihatkan tampak beberapa wilayah lepas laut pesisir Indonesia yang memiliki pasang surut cukup tinggi antara lain wilayah laut di timur Riau, laut dan muara sungai antara Sumatera Selatan dan Bangka, laut dan selat di sekitar pulau Madura, pesisir Kalimantan Timur, dan muara sungai di selatan pulau Papua (muara sungai Digul) (Sumotarto, 2003).
Keadaan pasang surut di perairan Nusantara ditentukan oleh penjalaran pasang surut dari Samudra Pasifik dan Hindia serta morfologi pantai dan batimeri perairan yang kompleks dimana terdapat banyak selat, palung dan laut yang dangkal dan laut dalam. Keadaan perairan tersebut membentuk pola pasang surut yang beragam. Di Selat Malaka pasang surut setengah harian (semidiurnal) mendominasi tipe pasut di daerah tersebut. Berdasarkan pengamatan pasang surut di Kabil, Pulau Batam diperoleh bilangan Formzhal sebesar 0,69 sehingga pasang surut di Pulau Batam dan Selat Malaka pada umumnya adalah pasut bertipe campuran dengan tipe ganda yang menonjol. Pasang surut harian (diurnal) terdapat di Selat Karimata dan Laut Jawa. Berdasarkan pengamatan pasut di Tanjung Priok diperoleh bilangan Formzhal sebesar 3,80. Jadi tipe pasut di Teluk Jakarta dan laut Jawa pada umumnya adalah pasut bertipe tunggal. Tunggang pasang surut di perairan Indonesia bervariasi antara 1 sampai dengan 6 meter. Di Laut Jawa umumnya tunggang pasang surut antara 1 – 1,5 m kecuali di Selat madura yang mencapai 3 meter. Tunggang pasang surut 6 meter di jumpai di Papua (Diposaptono, 2007).
Syarat pemasangan papan pasut adalah :
1. Saat pasang tertinggi tidak terendam air dan pada surut terendah masih tergenang oleh air.
2. Jangan dipasang pada gelombang pecah karena akan bias atau pada daerah aliran sungai (aliran debit air).
3. Jangan dipasang didaerah dekat kapal bersandar atau aktivitas yang menyebabkan air bergerak secara tidak teratur.
4. Dipasang pada daerah yang terlindung dan pada tempat yang mudah untuk diamati dan dipasang tegak lurus.
5. Cari tempat yang mudah untuk pemasangan misalnya dermaga sehingga papan mudah dikaitkan.
6. Dekat dengan bench mark atau titik referensi lain yang ada sehingga data pasang surut mudah untuk diikatkan terhadap titik referensi.
7.Tanah dan dasar laut atau sungai tempat didirikannya papan harus stabil
8.Tempat didirikannya papan harus dibuat pengaman dari arus dan sampah
2.Tide gauge.
Merupakan perangkat untuk mengukur perubahan muka laut secara mekanik dan otomatis. Alat ini memiliki sensor yang dapat mengukur ketinggian permukaan air laut yang kemudian direkam ke dalam komputer. Tide gauge terdiri dari dua jenis yaitu :
•Floating tide gauge (self registering)
Prinsip kerja alat ini berdasarkan naik turunnya permukaan air laut yang dapat diketahui melalui pelampung yang dihubungkan dengan alat pencatat (recording unit). Pengamatan pasut dengan alat ini banyak dilakukan, namun yang lebih banyak dipakai adalah dengan cara rambu pasut.
•Pressure tide gauge (self registering)
Prinsip kerja pressure tide gauge hampir sama dengan floating tide gauge, namun perubahan naik-turunnya air laut direkam melalui perubahan tekanan pada dasar laut yang dihubungkan dengan alat pencatat (recording unit). Alat ini dipasang sedemikian rupa sehingga selalu berada di bawah permukaan air laut tersurut, namun alat ini jarang sekali dipakai untuk pengamatan pasang surut.
3.Satelit.
Sistem satelit altimetri berkembang sejak tahun 1975 saat diluncurkannya sistem satelit Geos-3. Pada saat ini secara umum sistem satelit altimetri mempunyai tiga objektif ilmiah jangka panjang yaitu mengamati sirkulasi lautan global, memantau volume dari lempengan es kutub, dan mengamati perubahan muka laut rata-rata (MSL) global. Prinsip Dasar Satelit Altimetri adalah satelit altimetri dilengkapi dengan pemancar pulsa radar (transmiter), penerima pulsa radar yang sensitif (receiver), serta jam berakurasi tinggi. Pada sistem ini, altimeter radar yang dibawa oleh satelit memancarkan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik (radar) kepermukaan laut. Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan balik oleh permukaan laut dan diterima kembali oleh satelit.
Prinsip penentuan perubahan kedudukan muka laut dengan teknik altimetri yaitu pada dasarnya satelit altimetri bertugas mengukur jarak vertikal dari satelit ke permukaan laut. Karena tinggi satelit di atas permukaan ellipsoid referensi diketahui maka tinggi muka laut (Sea Surface Height atau SSH) saat pengukuran dapat ditentukan sebagai selisih antara tinggi satelit dengan jarak vertikal. Variasi muka laut periode pendek harus dihilangkan sehingga fenomena kenaikan muka laut dapat terlihat melalui analisis deret waktu (time series analysis). Analisis deret waktu dilakukan karena kita akan melihat variasi temporal periode panjang dan fenomena sekularnya (http://gdl.geoph.itb.ac.id)
II. 7 Pasang Surut di Perairan Indonesia
Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh dua lautan yaitu Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik serta posisinya yang berada di garis katulistiwa sehingga kondisi pasang surut, angin, gelombang, dan arus laut cukup besar. Hasil pengukuran tinggi pasang surut di wilayah laut Indonesia menunjukkan beberapa wilayah lepas laut pesisir daerah Indonesia memiliki pasang surut cukup tinggi. Peta pasang surut wilayah lautan Indonesia memperlihatkan tampak beberapa wilayah lepas laut pesisir Indonesia yang memiliki pasang surut cukup tinggi antara lain wilayah laut di timur Riau, laut dan muara sungai antara Sumatera Selatan dan Bangka, laut dan selat di sekitar pulau Madura, pesisir Kalimantan Timur, dan muara sungai di selatan pulau Papua (muara sungai Digul) (Sumotarto, 2003).
Keadaan pasang surut di perairan Nusantara ditentukan oleh penjalaran pasang surut dari Samudra Pasifik dan Hindia serta morfologi pantai dan batimeri perairan yang kompleks dimana terdapat banyak selat, palung dan laut yang dangkal dan laut dalam. Keadaan perairan tersebut membentuk pola pasang surut yang beragam. Di Selat Malaka pasang surut setengah harian (semidiurnal) mendominasi tipe pasut di daerah tersebut. Berdasarkan pengamatan pasang surut di Kabil, Pulau Batam diperoleh bilangan Formzhal sebesar 0,69 sehingga pasang surut di Pulau Batam dan Selat Malaka pada umumnya adalah pasut bertipe campuran dengan tipe ganda yang menonjol. Pasang surut harian (diurnal) terdapat di Selat Karimata dan Laut Jawa. Berdasarkan pengamatan pasut di Tanjung Priok diperoleh bilangan Formzhal sebesar 3,80. Jadi tipe pasut di Teluk Jakarta dan laut Jawa pada umumnya adalah pasut bertipe tunggal. Tunggang pasang surut di perairan Indonesia bervariasi antara 1 sampai dengan 6 meter. Di Laut Jawa umumnya tunggang pasang surut antara 1 – 1,5 m kecuali di Selat madura yang mencapai 3 meter. Tunggang pasang surut 6 meter di jumpai di Papua (Diposaptono, 2007).
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari
makalah ini yaitu :
1. Pasang
surut laut merupakan
suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi
gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh
matahari, bumi dan bulan.
2.
Teori pasang surut : Teori Kesetimbangan (Equilibrium
Theory) dan Teori Pasut Dinamik (Dynamical Theory)
3.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut
berdasarkan teori kesetimbangan adalah rotasi bumi pada sumbunya,
revolusi bulan terhadap matahari, revolusi bumi terhadap matahari. Sedangkan
berdasarkan teori dinamis adalah kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi
bumi (gaya coriolis), dan gesekan dasar.
4.
Tipe-tipe pasang surut: Pasang surut diurnal, pasang
surut semi diurnal dan pasang surut campuran.
5.
Permukaan air laut senantiasa berubah-ubah setiap saat karena gerakan
pasut, keadaan ini juga terjadi pada tempat-tempat sempit seperti teluk dan
selat, sehingga menimbulkan arus pasut(Tidal
current).
6.
Beberapa alat prngukuran pasang surut diantaranya
adalah: Tide Staff dan tide Guage, Satelit.
7. Indonesia
merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh dua lautan yaitu Samudera
Indonesia dan Samudera Pasifik serta posisinya yang berada di garis katulistiwa
sehingga kondisi pasang surut, angin, gelombang, dan arus laut cukup besar
III.2 Saran
Saran kami
sebaiknya dalam pembuatan makalah digunakan referensi yang lebih banyak lagi.
Selain itu dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa manpu mengetahui
keadaaan pasang surut air laut sehingga dapat diterapkan dalam usaha-usaha yang
dapat mensejsahterakan masyarakat pesisir.
DAFTAR PUSTAKA
Defant, A.
1958. Ebb And Flow. The Tides of Earth,
Air, and Water. The University of Michigan Press, Michigan.
Diposaptono,
S. 2007. Karakteristik Laut Pada Kota Pantai. Direktorat Bina Pesisir,
Direktorat Jendral Urusan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Dronkers, J.
J. 1964. Tidal Computations in rivers and
coastal waters. North-Holland Publishing
Company. Amsterdam.
Gross, M.
G.1990. Oceanography ; A View of Earth
Prentice Hall, Inc. Englewood Cliff. New Jersey.
King, C. A. M. 1966. An Introduction to Oceanography. McGraw
Hill Book Company, Inc. New York. San Francisco.
Mac Millan, C. D. H. 1966. Tides. American Elsevier Publishing
Company, Inc., New York.
Miharja, D.
K., S. Hadi, dan M. Ali, 1994. Pasang
Surut Laut. Kursus
Intensive Oseanografi bagi
perwira TNI AL. Lembaga Pengabdian masyarakat dan jurusan Geofisika dan
Meteorologi. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Pariwono, J.I. 1989. Gaya Penggerak Pasang Surut. Dalam Pasang
Surut. Ed. Ongkosongo, O.S.R. dan Suyarso. P3O-LIPI. Jakarta. Hal. 13-23.
Pickard, G.
L. 1993. Descriptive Physical
Oceanography. Pergamon Press. Oxford.